Jumat, 19 Oktober 2012

Tugas Softskill (Kenaikan Harga Tiket Kereta Api)



Nama         : Elsa Halimah Noviana
NPM          : 19210486
Kelas          : 3EA12


Kenaikan Harga Tiket Kereta Api

PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menaikkan harga tiket kereta commuter (commuter line) I mulai 1 Oktober 2012. Harga tiket yang semula menjadi Rp 6000 sekarang telah menjadi Rp 9000, jadi terdapat kenaikan sebesar RP 2000, jadi untuk setiap lintas semuanya sama , seperti halnya Jakarta-Bogor tadinya Rp 7000, sekarang disamakan juga menjadi Rp 9000. Kenaikan harga tiket kereta api tersebut menurut Corporate Secretary PT KAI Makmur Syahrean dikarenakan kenaikan tersebut dinilai perlu untuk membiayai perbaikan fasilitas termasuk perawatan gerbong, utamanya adalah agar kehandalan sarana dan prasaran bida dijaga agar kemungkinan kereta mogok dan pembatalan bias dikurangin sampai maksimal.
 PT Kereta Api Indonesia  (KAI) memang sudah melakukan perhitungan kemampuan penumpang untuk membayar sebelum memutuskan besar kenaikan dan kereta commuter tidak mendapat subsidi dari pemerintah karena itu PT KAI diberi hak untuk menentukan perhitungan dasar.
Beberapa reaksi penumpang pun terjadi. Sejumlah pelanggan kereta commuter mengatakan mereka mendukung keputusan ini selama ada tindakan konkrit perbaikan layanan. Ada yang mengatakan untuk melakukan perbaikan hal-hal yang kecil terlebih dahulu, misalnya seperti kereta commuter line terdapat kelebihan yaitu AC tapi ternyata menurut beberapa penumpang yang menaiki kereta commuter line , AC di kereta tersebut sering mati dan kondisi di dalam kereta menjadi panas lalu untuk kereta kea rah depok agar dapat diperbanyak lagi pada pagi hari dikarenakan biasanya menurut penumpang pada pukul 09.00 – 12.00 kereta kea rah depok jaraknya dengan kereta sebelumnya sampai lebih dari setengah jam.
PT Kereta Api Indonesia (KAI ) menanggapi masukan dan akan berusaha mengakomodir tuntutan penumpang, karena menurut PT. KAI pelayanan itu tidak ada batasnya dan kenaikan terhadapat harga tiket kereta api tersebut  di kembalikan pada penumpang dalam bentuk pelayanan.
Semoga dengan adanya kenaikan harga tiket kereta ini menjadi suatu hal yang baik, baik untuk PT KAI maupun pelanggan dan penumpang yang menggunakan jasa kereta api sebagai alat transportasi. PT KAI di harapkan selalu memberikan pelayanan yang terbaik dan dapat mengantisipasi dan memberikan solusi jika adanya suatu hal yang dapat menggangu kenyamanan penumpang saat menaiki jasa kereta api. Supaya penumpang merasakan kenyamanan dan pelayanan yang sangat baik.

Senin, 08 Oktober 2012

TEMA 2



Tema                           : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Penulis Jurnal              : Trisna Hayuning Dewani
Judul Jurnal                 : Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal (Studi Perbandingan Pada Perusahaan Aneka Industri dan Consumer Goods Periode 2007-2009)

Tahun Penerbitan        : 29 Mar 2011

Dianalisis oleh             : Elsa Halimah Noviana
NPM                           : 19210486

Abstraksi
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Brigham dan Houston, 1998). Dalam pelaksanaannya perusahaan membutuhkan dana untuk berkembang dan mencapai tujuannya, dimana ada dua teori yang berperan dalam pengambilan keputusan pendanaan yaitu Balancing Theory yaitu teori keuangan yang menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih pendanaan dari eksternal dan juga Pecking Order Theory yaitu perusahaan cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal. Tujuan lainnya adalah untuk mengidentifikasi pengaruh pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size terhadap sumber pendanaan perusahaan (DER) sektor Aneka Industri dengan sektor Consumer Goods serta menguji perbedaan koefisien antara kedua sektor tersebut. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji kembali variabel-variabel yang digunakan dikarenakan terdapat perbedaan hasil penelitian yang sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan sumber data yang berasal dari JSX dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelian selama tiga tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan ketentuan perusahaan tersebut mencantumkan laporan keuangan selama masa periode penelitian dan memiliki laba bersih positif. Data analisis menggunakan uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, uji t, uji F, dan koefisien determinasi dengan pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size sebagai variabel independen, sedangkan yang terakhir adalah penggunaan uji beda (Chow Test).
Berdasarkan penggunaan uji asumsi klasik tidak ditemukan gejala pengganggu. Untuk pengujian hipotesis t pada perusahaan aneka industry variabel independen struktur aktiva, dan ukuran perusahan terbukti berpengaruh positif signifikan dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05 dan profitabilitas berpengaruh negatif signifikan dengan tingkat signifikansi lebih dari 0,05 serta pertumbuhan penjualan terbukti berpengaruh positif tidak signifikan dengan tingkat signifikansi lebih dari 0,05. Pada perusahaan consumer goods variabel independen pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahan berpengaruh positif signifikan dan profitabilitas berpengaruh
negatif signifikan serta struktur aktiva berpengaruh positif tidak signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan uji F pada perusahaan aneka industry dengan taraf signifikansi kurang dari 0,05 dengan F hitung sebesar 6,651 dan pada perusahaan consumer goods dengan taraf signifikansi kurang dari 0,05 dengan F hitung 7,178 menunjukkan secara simultan keempat variable berpengaruh secara signifikan. Uji koefisien determinasi menunjukkan adjusted R2 pada perusahaan aneka industri sebesar 20,3% dan pada perusahaan consumer goods sebesar 25,8% menunjukkan bahwa secara simultan variabel pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size berpengaruh sebesar 21,2% sedangkan sisanya 78,8% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Uji beda (Chow Test) menunjukkan nilai F hitung dari sektor yang diuji sebesar 0,042 lebih kecil dari F tabel sebesar 2,43 dan hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara penentuan keputusan sumber pendanaan perusahaan sektor Aneka Industri dan sektor Consumer Goods.

I. PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang Masalah

Struktur modal adalah perbandingan atau perimbangan antara modal asing dengan modal sendiri (Riyanto, 1995). Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang yang pada saatnya harus dibayar kembali. Modal asing digolongkan menjadi 3 berdasarkan jangka waktunya, yaitu modal asing jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Sedangkan modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang tertanam di perusahaan untuk jangka waktu tertentu.
Struktur modal (capital structure) sangat penting dalam membiayai aktifitas operasional perusahaan. Besarnya struktur modal sangat tergantung dari komposisi sumber daya yang diperoleh dari pihak eksternal maupun internal perusahaan, yang berupa hutang dan modal sendiri. Makin besar modal yang disetorkan oleh pemegang saham, makin leluasa bagi manajemen untuk kebutuhan operasionalnya, sebab tidak ada kewajiban kepada kreditor. Komponen modal sendiri atau equity pada perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) antara lain berupa modal disetor, agio saham, laba ditahan dan laba tahun berjalan. Struktur modal merupakan perbandingan hutang dan ekuitas ( Husnan, 1998). Keinginan untuk mewujudkan struktur modal yang optimal sudah menjadi perhatian para praktisi dan akademisi. Rasio antara sumber dana dari pihak ketiga terhadap ekuitas disebut debt to equity ratio (DER). Rasio ini dapat menunjukkan tingkat risiko suatu perusahaan dimana semakin tinggi DER, maka semakin tinggi risiko perusahaan, karena pendanaan (financing) dari hutang semakin besar. Menurut Brigham (1983) investor cenderung lebih tertarik pada tingkat DER tertentu yang besarnya kurang dari satu, karena jika lebih besar dari satu menunjukkan risiko perusahaan yang lebih tinggi.
Menurut Van Horne (1998), perusahaan dalam melakukan financing yang berkaitan dengan modal sendiri (equity) harus memperhatikan dua hal, (1) Apabila perusahan ingin mempertahankan posisi solvabilitas dan likuiditas diperlukan modal sendiri yang memadai, (2) pertumbuhan modal sendiri yang berlebihan dapat menurunkan rentabilitas modal sendiri dan juga akan meningkatkan biaya modal sendiri. Kenaikan DER sampai tingkat tertentu akan meminimumkan biaya modal, tapi bila pertambahan terlalu berlebihan justru akan berakibat meningkatnya biaya modal yang berupa biaya bunga.
Sejalan dengan aktifitas sehari-harinya, perusahaan memerlukan modal tambahan yang tidak sedikit. Adanya kekurangan dana ini dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan perusahaan seperti pembelian bahan, produksi distribusi dan lain-lain, sehinga tambahan dana sangat diperlukan. Menurut sifatnya ada dua macam tipe pendanaan yaitu pendanaan dari luar berupa pinjaman dan dapat juga dengan menjual surat berharga melalui pasar modal dan pendanaan dari dalam yang berasal dari laba ditahan. (Ang,1997)
Dalam menetapkan sumber dana manakah yang akan dipilih, perusahaan harus menghitungnya dengan matang agar diperoleh kombinasi struktur modal yang optimal yang berarti meminimalkan risiko dan memaksimalkan keuntungan perusahan. Perusahaan yang memiliki srtuktur modal optimal akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula sehingga bukan perusahaan yang memperoleh keuntungan, tapi para pemegang saham pun akan memperoleh keuntungan tersebut. Dalam menentukan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri, perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat diharapkan mendapat struktur modal yang optimal, hal ini disebabkan struktur modal yang optimal dapat meminimalkan biaya modal dan memaksimalkan nilai perusahaan (Brigham dan Gapenski,1996)
Aydin Oskan (2001) menyatakan bahwa struktur modal berkembang secara dinamis dan berubah dari waktu ke waktu, akibatnya selalu terjadi perubahan struktur modal dan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, hal ini disebabkan karena dalam operasional perusahaan selalu terjadi berbagai kepentingan berkenaan pendanaan yang berakibat pada dinamika DER. Dengan demikian maka perlu diteliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Dalam keputusan manajemen untuk mendapatkan hutang dari kreditur ada beberapa variabel yang diduga mempengaruhi kreditur untuk mengucurkan hutang terhadap debitur yaitu variabel pertumbuhan penjualan diduga mempengaruhi kreditur dalam memberikan pinjaman dimana perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan dinilai mempunyai prospek baik dalam perkembangannya dan ini mengurangi resiko (Sofiati, 2001). Selanjutnya variable lstruktur aktiva dimana semakin besar nilainya maka semakin mencukupi asset yang dapat digunakan sebagai jaminan hutang (Weston dan Copeland, 1997). Variabel profitabilitas dimana kreditur bisa menilai apakah perusahaan (debitur) mampu membayar hutang yang dilihat dari keuntungan perusahaan (Titmen dan Wessel, 1998). Dan yang terakhir variabel firm size dimana semakin meningkatnya perhatian kreditor terhadap perusahaan maka sangat dimungkinkan jumlah hutang akan semakin meningkat. Peningkatan jumlah hutang yang relative lebih besar daripada modal sendiri akan meningkatkan debt to equity ratio (Ang, 1997).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini memperluas dengan menguji perbedaan kebijakan hutang pada perusahaan aneka industri dan perusahaan consumer goods periode tahun 2007-2009 dengan alasan bahwa perusahaan aneka industri mempunyai kapitalisasi atau volume perdagangan yang besar sehingga memerlukan modal yang besar daripada perusahaan consumer goods.
Untuk struktur modal diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) dikarenakan DER mencerminkan besarnya proporsi antara total debt (total hutang) dan total modal sendiri. DER adalah kemampuan perusahaan dalam mengembalikan hutang dengan melihat modal sendiri perusahaan. Dimana total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang). Sedangkan shareholder’s equity merupakan total modal sendiri
dibagi dengan total modal saham yang disetor dan laba ditahan.
Data empiris mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu: DER, pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size periode 2007-2009.
Weston dan Brigham (1994) menyatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil akan lebih mudah memperoleh pinjaman, semakin stabil perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan membelanjai kegiatan dengan hutang. Jika 2009 tidak menunjukkan adanya fenomena gap. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Thiesbdan Klock (1992) yang menunjukkan adanya pengaruh positif pertumbuhan penjualan terhadap DER. Penelitian lain dengan variabel ini oleh Sartono dan Sriharto (1999) tidak menemukan adanya hubungan signifikan terhadap struktur modal.
Semakin besar aset diharapkan semakin besar hasil operasional yan \dihasilkan oleh perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Struktur aktiva pada tahun 2007-2008 menunjukkan adanya fenomena gap dimana pada tahun tersebut struktur aktiva menunjukkan trend yang meningkat sedangkan DER menunjukkan trend yang menurun. Tetapi pada tahun 2008-2009 struktur aktiva tidak menunjukkan adanya fenomena gap. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moh’d et al. (1998) dan Jensen et al. (1992) dalam
Wahidahwati (2002) yang menunjukkan adanya pengaruh yang positif struktur aktiva terhadap DER. Hasil yang berbeda diperoleh Sartono dan Sriharto (1999) dalam penelitian yang dilakukan menemukan bahwa variabel struktur aktiva tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap strukturnmodal serta arah penelitiannya menunjukkan hasil yang negatif.
Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Profitabilitas pada tahun 2007-2008 menunjukkan adanya fenomena gap dimana profitabilitas menunjukkan trend yang meningkat sementara DER menurun. Sedangkan pada tahun 2008-2009 profitabilitas juga menunjukkan adanya fenomena gap. Moh’d et al (1998) pada penelitiannya menyebutkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2001) yang menunjukkan adanya pengaruh positif ROA terhadap DER. Penelitian Sartono dan Sriharto menunjukkan hasil bahwa
profitabilitas tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal.
Semakin meningkatnya perhatian kreditor terhadap perusahaan maka sangat dimungkinkan jumlah hutang akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu pemenuhan dana yang tersedia menggunakan pendanaan eksternal. Size pada tahun 2007-2008 menunjukkan adanya fenomena gap dimana pada tahun tersebut size menunjukkan trend yang meningkat sementara DER menunjukkan trend yang menurun. Sedangkan pada tahun 2008-2009 tidak terjadi fenomena gap. Wahidahwati (2002) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang positif terhadap struktur modal. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sekar Mayangsari (2001) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap DER..


1.2            Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diuji pengaruh dari keempat variabel independen (pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan ukuran perusahaan) dalam mempengaruhi struktur modal perusahaan pada perusahaan aneka industri dan perusahaan consumer goods periode 2007-2009.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu ditemukan adanya research gap dari keempat variabel independen yang mempengaruhi struktur modal. Keempat
variabel independen tersebut adalah: Thies dan Klock (1992), Baskin (1989) dalam Mayangsari (2001) menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif dan signifikan dengan hutang. Bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi kecenderungan penggunaan hutang sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tingkat penjualannya rendah. Berbeda dengan hasil yang diperoleh Wahidahwati (2002) yang menyebutkan tidak adanya hubungann yang signifikan antara pertumbuhan penjualan dengan hutang.
Moh’d et al. (1998) dan Jensen et al. (1992) dalam Wahidahwati (2002), penelitiannya tersebut memperoleh hasil bahwa struktur aktiva memiliki hubungan yang positif. Perusahaan yang memiliki aktiva dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang yang lebih besar. Hasil penelitian dengan variable asset structure ini juga mendukung teori Brigham dan Houston (2001:360) yang menyatakan bahwa suatu perusahaan dengan aktiva yang bisa dijadikan jaminan hutang dapat menggunakan hutang lebih besar. Hasil yang berbeda diperoleh Sartono dan Sriharto (1999) dalam penelitian yang dilakukan menemukan bahwa variabel struktur aktiva tidak memiliki hubungan signifikan terhadap struktur modal serta arah penelitiannya menunjukkan hasil yang negatif.
Profitabilitas juga merupakan variabel yang mempengaruhi struktur modal. Dalam penelitian ini kemampulabaan diwakili oleh Return on Asset (ROA), yaitu dengan membandingkan laba bersih dengan total aktiva perusahaan. Menurut Weston dan Brigham (1998:713), perusahaan dengan tingkat ROA yang tinggi umumnya menggunakan hutang dalam jumlah relatif sedikit. Hal ini disebabkan dengan ROA yang tinggi tersebut memungkinkan bagi perusahaan melakukan permodalan dengan laba ditahan saja. Akan tetapi tidak itu saja, asumsi yang mengatakan ROA yang tinggi, berarti bahwa laba bersih yang dimiliki perusahaan tinggi, maka apabila perusahaan menggunakan hutang besar tidak akan berpengaruh terhadap struktur modal karena kemampuan perusahaan dalam membayar bunga tetap juga tinggi.
Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Sekar Mayangsari (2001) yang menunjukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Titman dan Wessel (1988) ; Rajan dan Zingales (1995) ; Baskin (1989) ; Wiwattanakantang (1999) dalam Mutamimah (2003) yang menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan antara kemampuan meraih untung profitability dengan struktur modal.
Perusahaan besar dapat dengan mudah untuk menganalisis pasar modal. Kemudahan untuk mengakses pasar modal berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan (Brigham dan Houston, 2001). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Titman dan Wessels (1998) serta Rajan dan Zingales (1995) mengemukakan bahwa kemungkinan perusahaan yang besar mengalami kebangkrutan itu kecil sehingga firm size akan berpengaruh negatif terhadap struktur modal suatu perusahaan. Pada kenyataannya bahwa semakin besar suatu perusahaan maka kecenderungan penggunaan dana eksternal juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu pemenuhan dana yang tersedia menggunakan penggunaan eksternal.
Berdasarkan reserach gap dan adanya fenomena gap dari penelitian ini
maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini (reserach problem) adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size terhadap struktur modal baik itu pada perusahaan sektor Aneka Industri dan sektor Consumer Goods secara parsial maupun simultan selama periode penelitian?
2. Bagaimana perbedaan dari pengaruh pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size dalam mempengaruhi struktur modal antara perusahaan sektor Aneka Industri dengan sektor Consumer Goods?


1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini maka tujuan penelitian adalah untuk :
1. Menganalisis pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal baik itu perusahaan sektor Aneka Industri dan sector Consumer Goods.
2. Menganalisis pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal baik itu perusahaan sektor Aneka Industri dan sektor Consumer Goods.
3. Menganalisis pengaruh profitabilitas terhadap struktur modal baik itu perusahaan sektor Aneka Industri dan sektor Consumer Goods.
4. Menganalisis pengaruh firm size terhadap strultur modal baik itu perusahaan sektor Aneka Industri dan sektor Consumer Goods.
5. Menganalisis perbedaan dari pengaruh pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size dalam mempengaruhi struktur modal antara perusahaan sektor Aneka Industri dan sector Consumer Goods.


1.3. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi pihak manajemen dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan besarnya sumber dana yang diperlukan (baik dari pinjaman ataupun ekuitas) dalam rangka membiayai aktivitas operasional perusahaan.
2. Bagi investor dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan aktivitas investasinya dengan memperhatikan tingkat hutang perusahaan.
3. Penelitian diharapkan dapat menambah referensi, informasi, dan wawasan teoritis khususnya tentang pengaruh pertumbuhan perusahaan, struktur aktiva, profitabilitas, dan firm size terhadap struktur modal.
4. Mengembangkan atau replikasi dengan memperluas sampel sehingga dapat dipakai sebagai acuan yang lebih tepat dan stabil.

TEMA 1



Tema                          : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Nasabah
Penulis Jurnal              : Feronika Handayani
Judul Jurnal                 : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Nasabah Terhadap Pelayanan Bank (Studi Kasus : Bank BNI di Kota Bogor)

Tahun Penerbitan       : Juni 2006
Dianalisis oleh            : Elsa Halimah Noviana
NPM                         : 19210486
Abstrak :
            Saat ini, persaingan industri perbankan dalam merebut hati nasabah kiat pesat. Persaingan tidak hanya dalam penawaran suku bunga, melainkan telah mengarah kepada persaingan dalam hal layanan. Semakin baik pelayanan yang diberikan kepada nasabah, makin besar peluang bank mendapatkan dana simpanan. Karena itu, mencapai kepuasan nasabah merupakan hal yang amat penting untuk dilakukan. PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk sebagai salah satu bank milik pemerintah telah melayani masyarakat selama sekitar 60 tahun. Selama kurun waktu itulah Bank BNI telah terbukti survive terhadap berbagai goncangan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari sisi pengumpulan dana masyarakat Bank BNI pada empat tahun terakhir yang selalu menempati urutan ketiga, dimana pada tahun 2005 dana pihak ketiga (DPK) Bank BNI sebesar Rp 116,021 miliar rupiah (Statistik Perbankan Indonesia, 2005). Besarnya dana masyarakat ini membuktikan bahwa Bank BNI masih dipercaya oleh masyarakat. Sebagai industri yang bergerak dalam bidang layanan, upaya meningkatkan servis merupakan salah satu program yang paling penting bagi bank seperti Bank BNI.

I. PENDAHULUAN

1.1.        1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia perbankan di Indonesia telah mengalami pasang surut. Perubahan mendasar terjadi ketika pemerintah mengeluarkan paket deregulasi perbankan pada tanggal 1 Juni 1983 yang lebih dikenal dengan Pakjun 1983. Paket ini berupa pencabutan pagu tingkat bunga, pencabutan pagu kredit dan pengenalan instrumen likuiditas perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini menyebabkan peningkatan persaingan usaha antar bank terutama dalam penghimpunan dana masyarakat. Kemudian diberlakukan Paket Oktober 1988 dimana pemerintah memberikan kemudahan untuk mendirikan bank–bank baru, sehingga dalam waktu yang relatif singkat jumlah bank menjamur (Indef, 2003). Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sektor perbankan mencatat pertumbuhan jumlah bank dan kantor cabang yang cukup pesat, dimana bank swasta memberikan kontribusi pertumbuhan yang sangat tinggi.
Persaingan bank dalam memperebutkan dana masyarakat kian meningkat. Kebijakan BI meningkatkan suku bunga SBI sebesar 11% untuk meredam inflasi dan meningkatkan GWM akibat merosotnya nilai tukar rupiah, telah mempengaruhi kondisi likuiditas perbankan (Supryanto, 2005). Hal ini mengakibatkan bank-bank akan terus berlomba mencari likuiditas dengan segala cara. Ketika suku bunga cenderung tinggi, perang suku bunga pun tidak dapat dihindari lagi. Bank akan berlomba menawarkan suku bunga simpanan yang tinggi untuk menarik nasabah. Dalam kondisi seperti itu, dimana bunga memperlihatkan gejala yang meningkat, bank yang bisa memenangkan persaingan adalah bank yang dapat merebut nasabah yang tidak sensitif terhadap tingkat bunga. Namun menggunakan jasa bank karena kenyamanan bertransaksi atau puas karena pelayanannya (Karnoto, 2005).
Kualitas pelayanan sangatlah penting dan harus terus di tingkatkan karena identik dengan keberadaan lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Kualitas pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi kepuasan nasabah, dimana banknyang memiliki pelayanan buruk lambat laun akan ditinggalkan nasabahnya. Namun, sebaliknya bank yang kualitas pelayanannya prima akan banyak dicari nasabah. Dengan reputasi pelayanan terbaik dan posisi tawar yang kuat, bank tidak perlu takut kehilangan nasabahnya. Bahkan, bank bisa menjadi pemenang dalam memperebutkan dana nasabah.
PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk merupakan salah satu bank tertua di Indonesia. Selama sekitar 60 tahun Bank BNI melayani masyarakat hampir di seluruh daerah di Indonesia. Kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap Bank BNI menjadikan bank ini berusaha keras untuk melayani masyarakat di semua lapisan. Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan Bank BNI pada tahun 1999 memperoleh sertifikat ISO 9002 berkaitan dengan penerapan sistem manajemen mutu. Tujuannnya adalah untuk memberikan mutu pelayanan prima sehingga mampu memuaskan nasabah.

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan pelayanan di industri perbankan cukup signifikan, seiring dengan meningkatnya perhatian bank ke retail banking, yang resikonya lebih terdiferensiasi. Sementara itu produk–produk keuangan yang ditawarkan bank lebih generik yang berarti bank akan sulit untuk melakukan diferensiasi produk. Maka untuk memenangkan persaingan, pelayananlah yang harus diprioritaskan bank. Pelayanan bank yang buruk, misalnya akan memperburuk pula citra bank yang bersangkutan. Namun, sebaliknya pelayanan yang baik akan mempercantik citra dan reputasi bank tersebut dikalangan nasabahnya. Karena kualitas pelayanan merupakan pembentukan citra, maka promosi yang paling bagus untuk menarik orang-orang ke bank komersial ialah pelayanan kepada nasabah.
PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk sebagai salah satu bank milik pemerintah telah melayani masyarakat selama sekitar 60 tahun. Selama kurun waktu itulah Bank BNI telah terbukti survive terhadap berbagai goncangan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari sisi pengumpulan dana masyarakat Bank BNI pada empat tahun terakhir yang selalu menempati urutan ketiga (Tabel 2), dimana pada tahun 2005 dana pihak ketiga (DPK) Bank BNI sebesar Rp 116,021 miliar rupiah berada di urutan ketiga setelah DPK Bank Mandiri sebesar Rp 198,893 miliar rupiah dan BCA sebesar Rp 129,556 miliar rupiah (Statistik Perbankan Indonesia, 2005). Besarnya dana masyarakat ini membuktikan bahwa Bank BNI masih dipercaya oleh masyarakat..
Sebagai industri yang bergerak dalam bidang layanan, upaya meningkatkan servis merupakan salah satu program yang paling penting bagi bank seperti Bank BNI. Sesuai dengan visi dan misi Bank BNI yaitu menjadi bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja, maka kepuasan nasabah menjadi prioritas.
Berdasarkan argumen diatas, ada dua permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu:
(1) faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan nasabah terhadap pelayanan Bank BNI yang berada di Kota Bogor;
(2) bagaimana hubungan antara variabel kualitas pelayanan dengan kepuasan nasabah terhadap pelayanan Bank BNI yang berada di Kota Bogor.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Kualitas pelayanan yang diberikan bank akan mempengaruhi kepuasan nasabah. Berdasarkan hal itulah maka penelitian ini lebih difokuskan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah yang dilihat dari sisi penyediaan pelayanan bank BNI di kota Bogor.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah:
(1) mengidentifikasi dan menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah terhadap pelayanan Bank BNI yang berada di Kota Bogor;
(2)  mengetahui hubungan antara variabel kualitas pelayanan dengan kepuasan nasabah terhadap pelayanan Bank BNI yang berada di Kota Bogor.

1.5. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan, maka manfaat penelitian ini adalah:
(1) dapat menjadi masukan dan pertimbangan Bank BNI untuk dapat meningkatkan pelayanan terhadap nasabahnya;
(2) sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya